Sejumlah pendaki dan tim SAR yang ikut dalam pencarian pesawat Sukhoi
di Gunung Salak mempunyai pengalaman cerita magis. Mulai dari
melanggar larangan memetik bunga hingga mimpi bersenggama dengan
perempuan cantik. Seorang yang tergabung dalam sebuah regu pada tim
yang pertama kali diterjunkan ke Gunung Salak menceritakan
pengalamannya saat berada pada ketinggian 1.700 kaki, pos terakhir tak
jauh dari titik koordinat pesawat jatuh, Sabtu dini hari, 12 Mei. Ia
dan sekitar sembilan anggota regu lainnya bermimpi aneh saat sedang
tertidur.
“Kami
mimpi basah secara bersamaan,” kata dia. Anehnya, dia melanjutkan,
mimpi seluruh anggota regu cukup identik. Awalnya mereka bermimpi
disambut seorang wanita cantik pada sebuah rumah di puncak gunung
tersebut. “Perempuan itu menyuguhi kami air minum,” kata dia bercerita.
Tak
lama berselang, mereka langsung diminta untuk istirahat. Tetapi di
dalam rumah ternyata ada banyak perempuan yang tak kalah cantiknya
dengan yang menyambutnya tadi. Setelah itu, para perempuan itu mencumbu
mereka selayaknya suami istri. Namun ia mengaku tak heran dengan
peristiwa tersebut karena Gunung Salak terkenal dengan kisah magisnya.
“Yah, kami memaklumi saja.”
Cerita lain dari seorang pendaki yang
pernah menjelajahi Gunung Salak. Kini ia bergabung dengan tim SAR
sebagai sukarelawan pencari korban Sukhoi. Menjelang pendakian, ia
banyak berkonsultasi dengan masyarakat yang berada di sekitar gunung
tersebut. “Banyak pantangannya,” ujarnya.
Ia mengaku pernah
menghiraukan pantangan penduduk untuk tidak mengambil bunga anggrek
saat mendaki beberapa bulan lalu ke Gunung Salak. Maklum, kata dia, di
sana banyak anggrek berbagai jenis yang cukup indah. Tapi apa yang
terjadi. Timnya tersesat saat ingin pulang. Sepanjang hari mereka hanya
berputar di puncak Salak secara berulang sampai malam hari.
Anggrek
itu pun di simpan di salah satu tempat, timnya kemudian salat Isya.
Setelah salat timnya kembali melanjutkan perjalanan pulang. “Ternyata
jalan pulang hanya ditutupi ranting padahal kami sudah beberapa kali
lewat di depan ranting itu,” ujarnya seraya menggeleng kepala.
Ia
juga mengaku bertemu seorang nenek-nenek berusia sekitar 80 tahun di
puncak gunung tersebut. Perempuan tua yang sudah bungkuk itu berjalan
sendirian di sebuah padang dengan hanya memakai pakaian tipis. “Kami
tanya mau ke mana Nek, dia bilang hanya jalan-jalan,” kata dia menirukan
pernyataan nenek tersebut.
Saat ditanyai di mana tempat
tinggalnya, wanita tua itu hanya menjawab, “Di sini Nak.” Nenek itu
menolak diantar ke kaki gunung. Pendaki ini melanjutkan, perempuan tua
itu lalu bilang, “Saya senang di sini karena ramai bila malam, mereka
sering kasih saya makan,” tanpa menyebutkan siapa mereka yang dimaksud.
Yang
mengherankan lagi, kata pendaki itu, si nenek berbahasa Jawa kental,
padahal mayoritas masyarakat di kaki gunung berbahasa Sunda. “Kami pun
meninggalkan nenek itu sendirian,” ujarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar