Gunung Salak, Bogor, dikenal menyimpan banyak kisah mistis dan angker.
Hampir setiap tahun gunung yang membatasi wilayah Bogor dan Sukabumi
itu memakan tumbal, terutama dari kalangan pendaki. Bahkan, sejumlah
pesawat telah terkubur di gunung yang memiliki ketinggian 2.211 m di
atas permukaan laut.
Pesawat Sukhoi Superjet 100 hanya satu di antara
beberapa pesawat yang jatuh di kawasan Gunung Salak. Sejumlah pesawat
yang terkubur di kawasan itu yakni pesawat Trike bermesin PKS 098.
Pesawat yang menelan satu korban jiwa ini jatuh di Lido, Bogor, 10
Oktober 2002. Kemudian pada 29 Oktober 2003, Helikopter Sikorsky S-58T
Twinpac TNI AU jatuh di Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Tujuh korban
tewas dalam musibah tersebut: Selanjut pada 15 April 2004, pesawat
paralayang Red Baron GT 500 milik Lido Aero Sport jatuh di Desa Wates
Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Dua orang tewas dalam
kejadian itu.
Pada
20 Juni 2004, pesawat Cessna 185 Skywagon jatuh di Danau Lido,
Cijeruk, Bogor dan menewaskan 5 orang. Kemudian pada Juni 2008, pesawat
Casa 212 TNI AU jatuh di Gunung Salak di ketinggian 4.200 kaki dari
permukaan laut. Kecelakaan itu menyebabkan 18 orang tewas. Berikutnya,
pada 30 April 2009, pesawat latih Donner milik Pusat Pelatihan
Penerbangan Curug jatuh di Kampung Cibunar, Desa Tenjo, Kecamatan Tenjo,
Kabupaten Bogor, menewaskan 3 orang.
Gunung Salak merupakan
gunung berapi yang mempunyai dua puncak, yakni Puncak Salak I dan II.
Letak astronomis puncak gunung ini ialah pada 6°43″ LS dan 106°44″ BT.
Tinggi puncak Salak I 2.211 m dan Salak II 2.180 m dpl. Ada satu puncak
lagi bernama Puncak Sumbul dengan ketinggian 1.926 m dpl.
Gunung
Salak dapat didaki dari beberapa jalur. Jalur yang paling ramai
digunakan adalah melalui Curug Nangka, Tamansari, Bogor yang letaknya di
sebelah utara gunung. Melalui jalur ini, orang akan sampai pada puncak
Salak II. Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni
Cimelati dekat Cicurug, Sukabumi. Salak I juga bisa dicapai dari Salak
II dari Sukamantri, Ciapus, Tamansari, Bogor. Jalur lain adalah ‘jalan
belakang’ lewat Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu dekat Gunung
Bunder.
Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang
rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik
hutannya maupun medannya. Asal usul sejarah penamaan Gunung Salak masih
simpang siur karena catatan yang ditemukan pada sejumlah prasasti dan
tulisan dalam bahasa Sunda kuno tidak dengan jelas menyebutkan sejak
kapan Gunung tersebut mulai ada.
Budayawan
dan Sejarawan Bogor, Eman Sulaeman membeberkan, orang zaman dahulu
lebih mengenal Gunung Salak dengan sebutan Gunung Buled (bulat, red)
karena bentuk puncaknya menyerupai lingkaran. Konon, penamaan Salak
berasal dari penemuan buah salak besar. “Itu kan hanya mitos, jadi
belum bisa dibuktikan kebenarannya hingga kini,” ujarnya kepada Radar
Bogor , kemarin.
Ia mengatakan, Gunung Salak pernah meletus dua
kali. Yang pertama pada tahun 1669 dan kedua tahun 1824. Letusan
pertama sempat meratakan desa atau wilayah yang berada di bawahnya.
Menurut dia, di kaki Gunung Salak pernah berdiri kerajaan Hindu pertama
di Jawa Barat dengan nama Salakanagara pada abad ke-4 dan 5 Masehi.
“Kemungkinan
besar, penamaan Salak berasal dari kerajaan ini karena dilihat dari
konsonan vokal terdapat kemiripan,” ujar pria yang sempat bermain
sinetron itu. Eman mengungkapkan, Salakanagara dipimpin oleh seorang
raja dengan gelar Raja Dewawarman I-VIII. Tidak jelas nama asal usul
dan nama asli para raja yang menguasai semenanjung Sunda tersebut,
namun terungkap jika mereka berasal dari India Selatan.
Terungkapnya
kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja Cirebon yang
berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke-19 Masehi.
Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Jabar
bukan Tarumanagara, tapi Salakanagara.
“Ada kurang lebih 20 kitab
yang tersebar dan dikumpulkan oleh peneliti asal Belanda dan
Indonesia. Tulisan Wangsakerta sempat menyinggung tentang Salakanagara
yang dipimpin oleh Raja Dewawarman dari India Selatan,” bebernya.
Konon,
Raja Dewawarman memiliki banyak sekali keturunan. Di antaranya pernah
menjadi raja besar di Tanah Jawa seperti Purnawarman yang memerintah
Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. “Tapi,
meletusnya Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang
peninggalan bersejarah dari kerajaan Salakanagara,” jelas Eman.
Terkait
misteri yang terkandung pada Gunung Salak, Eman mengaku tidak ada hal
aneh di sana meski didominasi wilayah hutan. “Saya belum menemukannya.
Mungkin itu merupakan cerita mitos yang disebarkan dari mulut ke
mulut,” singkatnya.
Hanya saja, di sana terdapat banyak sekali
tempat petilasan atau tempat bersemedi para raja dan pengikutnya.
Petilasan suci itu tersebar di berbagai titik. Seperti petilasan milik
raja Pajajaran, Prabu Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi di kaki
Gunung Salak di daerah Bogor dengan total mencapai lebih dari 91
lokasi. “Mungkin bisa ratusan jumlahnya karena pertapa dalam agama
Hindu menyucikan Gunung Salak,” ucapnya.
Di sana juga terdapat
makam kuno yang berusia ratusan tahun dengan jumlah mencapai lebih dari
40 makam. Makam itu milik pemuka agama Hindu yang wafat dan dikuburkan
di Gunung Salak. Sehingga, banyak yang menganggap jika ingin memasuki
wilayah Gunung Salak, harus menjaga perilaku dan sopan santun.
Misteri
lain yang menyelimuti Gunung Salak adalah pernah terdengar cerita ada
goa yang di dalamnya berisi belasan patung emas dalam berbagai ukuran.
Tapi, hingga kini belum pernah ada bukti empiris yang ditemukan
peneliti.
“Itu kan kata orang zaman dulu. Maka tak heran, banyak
masyarakat sering datang ke sana dengan berbagai keperluan. Ada yang
ingin mendaki, ada juga ingin meminta kekayaan dengan cara pesugihan,”
pungkasnya. Misteri lain yang menyelimuti Gunung Salak adalah pernah
terdengar cerita ada goa yang di dalamnya berisi belasan patung emas
dalam berbagai ukuran. Tapi, hingga kini belum pernah ada bukti empiris
yang ditemukan peneliti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar