Halaman

Rabu, 16 Mei 2012

Tragedi Sukhoi dan firasat mimpi warga Gunung Salak



Proses evakuasi korban pesawat Sukhoi Superjet 100 terbilang alot, sejak Rabu sore sesaat pesawat nahas itu hilang kontak di ketinggian 1.800 meter di Gunung Salak. Langit di Desa Pasir Pongkor, Kelurahan Cipelang, Cijeruk, Bogor terlihat kala itu tertutupi kabut. Warga mempercayai peristiwa itu sebagai pertanda buruk yang terjadi di gunung yang dikenal ditunggui Prabu Siliwangi.

Memang sesaat sebelum pesawat tersebut hilang, warga Pasir Pongkor sempat melihat pesawat melintas di atas perkampungan mereka mengarah ke Gunung Salak. Namun saat ditunggu beberapa saat, badan pesawat itu tak kunjung terlihat.

Tak terdengar ledakan dan tidak tahu kemana pesawat itu pergi. Warga Pasir Pongkor baru mengetahui pesawat itu jatuh ketika melihat pemberitaan di televisi. “Saya lihat pesawat itu melintas ke arah gunung, namun tak terlihat lagi. Saya juga baru tahu dari televisi pesawat tersebut hilang di sini,” terang Jajang mengatakan kepada merdeka.com, Minggu (13/5).

Ia menceritakan, sebelum kejadian pepohonan di puncak Gunung Salak terlihat jelas. Namun sesaat pesawat itu jatuh, kabut menutupi pegunungan tersebut hingga Kamis pagi. Warga mempercayai itu sebagai pertanda buruk adanya musibah. “Kalau ditutupi kabut, itu berarti ada sesuatu,” terangnya.

Selain itu, satu bulan sebelum pesawat Sukhoi itu jatuh, salah seorang warga yang bermukim di dekat lereng bukit Cipelang pernah bermimpi bahwa di desanya nanti akan ramai dikunjungi orang. Mimpi tersebut kini menjadi kenyataan, ribuan orang termasuk Tim SAR dan para pemburu berita berkonsentrasi di desa mereka hingga saat ini.

“Ada warga di lereng yang pernah bermimpi, bahwa kampung ini akan ramai oleh orang-orang,” katanya.
Lebih dalam ia menceritakan, untuk proses evakuasi korban hingga ditemukan dibutuhkan semacam permintaan dari sang empunya gunung. Seperti halnya pada saat 7 pelajar STM yang pernah hilang mendaki gunung beberapa bulan lalu. Ada syarat yang harus dipenuhi untuk menemukan ketujuh pelajar nahas tersebut. Sebagai persyaratannya, yang punya hajat harus memotong kambing dan membawanya ke tempat yang sudah ditentukan.

Seperti halnya untuk saat ini, proses evakuasi korban akhirnya bisa dilakukan setelah Jumat pagi kemarin Tim SAR dan para sesepuh membuat semacam selamatan tumpengan nasi kuning agar bisa cepat dipertemukan titik lokasi korban. Syaratnya tak hanya itu saja, nasi kuning tersebut juga harus diantar oleh para sesepuh ke tempat lokasi jatuhnya pesawat.

“Memang untuk kejadian saat ini, permintaannya, minta dibuatkan nasi kuning dan diantar oleh para sesepuh,” terang Jajang Melanjutkan.

Proses ritual tersebut benar saja dilakukan pada Jumat pagi kemarin. Tiga orang sesepuh bersama tim SAR melakukan prosesi tersebut. Setelah melakukan pembacaan doa semacam tahlilan, ketiga sesepuh tersebut mengatarkan ke lokasi jatuhnya pesawat.

“Minta didoakan biar cepet ketemu, yang mengantarkan kemarin, Ustad Suryana, H Taulani, Ustaz H Marsa,” tambahnya.

Setelah dilakukan prosesi ritual tersebut, cuaca di sekitaran gunung kembali cerah. Sejak pagi kemarin puncak dan lereng gunung hingga sore hari tidak tertutupi kabut. Proses evakuasi pun akhirnya belajan lancar, korban mulai dievakuasi melalui jalur udara sejak kemarin.

“Bener, kalau sudah ada permintaan pasti akan kembali normal, pepohonan akan terlihat lagi, kalau dua hari kemarin kan tidak,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar